KEBIJAKAN PENYEDIAAN FASILITAS UMUM BAGI PENYANDANG DIFABEL
TUGAS MK ADVOKASI
OLEH : RAHMA TRISNANINGSIH
NIM : 13/357202/PKU/14087
Menjadi difable (penyandang cacat) ditengah masyarakat yang menganut paham normalisme atau pemuja kenormalan, tentu menghambat ruang gerak para difable (penyandang cacat) karena semua sarana umum didesain khusus untuk orang yang bukan penyandang cacat, sehingga tidak ada fasilitas bagi difable (penyandang cacat). Kurang dihargai dalam bermasyarakat adalah sesuatu yang sering terjadi pada lingkungan difable (penyandang cacat). Pusat rehabilitasi yang diciptakan pun menjadikan mereka seolah difable (penyandang cacat) berbeda dengan orang lain.
Aksesibilitas bagi difable (penyandang cacat) dititikberatkan pada ketersediaan dan kelayakan fasilitas yang ramah difable (penyandang cacat), dimana perencana adalah subjek perancang yang bertanggung jawab terhadap aksesibilitas difable (penyandang cacat) sebagai warga Negara yang juga memiliki hak yang sama dengan warga Negara lain. (RAHAYU SUGI, UTAMI DEWI, 2014)
Jumlah difabel di Indonesia pada tahun 2007 diprediksi sekitar 7,8 juta jiwa (Suharto, Edi, 2010). Sebuah angka yang sebenarnya relatif kecil dibandingkan jumlah penduduk Indonesia pada waktu itu berjumlah sekitar 220 juta jiwa. Walaupun demikian selayaknya semangat pelayanan tidak dipengaruhi jumlah besar atau kecilnya pengguna layanan. Para difabel juga merupakan warga negara Republik Indonesia yang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dijamin untuk memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan warga negara lainnya. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu Pemerintah hendaknya memberikan perhatian yang cukup kepada para difabel tersebut. Termasuk dalam hal aksesibilitas pelayanan publik. (UGM, 2012)
Tabel 1. Komunitas kebijakan dari kubu pendukung, netral dan penentang
Pro (pendukung)
|
Netral
|
Kontra (penentang
| ||||||||||||
|
|
|
CATATAN : Istilah difabel berasal dari bahasa Inggris dengan asal kata different ability, yang bermakna manusia yang memiliki kemampuan yang berbeda. Istilah tersebut digunakan sebagai pengganti istilah penyandang cacat yang mempunyai nilai rasa negative dan terkesan diskriminatif. Istilah difabel didasarkan pada realita bahwa setiap manusia diciptakan berbeda. Sehingga yang ada sebenarnya hanyalah sebuah perbedaan bukan kecacatan ataupun ke’abnormal’an.
TABEL 2. Pendukung, sikap netral dan penentang penyediaan fasilitas bagi kaum difabel
No
|
STAKEHOLDER
|
STATUS
|
KEPENTINGAN
|
1
|
PENYANDANG DIFABEL
|
PRO
|
Mendapat kenyaman yang sama dengan masyarakat dengan kondisi normal
|
2
|
DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA
|
PRO
|
Program pemberdayaan keluarga difabel, pemberian alat bantu bagi kaum difabel
Pembinaan angkatan kerja khusus dimana didalam nya terdapat penyandang difabel
|
3
|
DINAS PENDIDIKAN
|
PRO
|
Sekolah model inklusi yaitu memberikan akses yang sama dalam pendidikan sehingga adanya interaksi sosial antara masyarakat dan penyandang difabel
|
4
|
DINAS PERHUBUNGAN
|
PRO
|
Membuat sarana transportasi mudah diakses bagi penyandang difabel
|
5
|
DINAS KESEHATAN
|
PRO
|
Memberikan jaminan kesehatan bagi penyandang difabel
|
6
|
DINAS PU
|
PRO
|
Membuat sara dan prasarana khusus bagi penyandang difabel
|
7
|
LSM PENDUKUNG DIFABEL
|
PRO
|
Menyadari pentingnya sarana umum bagi difabel, memberikan kegiatan bagi penyandang difabel
|
8
|
DPR/ DPRD
|
NETRAL
|
Membuat peraturan dan perundang undangan tentang difabel
|
9
|
PEMDA
|
NETRAL
|
Belum bagitu memahami tentang masyarakat difabel
|
10
|
MASYARAKAT/ SDM
|
KONTRA
|
Kurang nya relawan yang membantu kegiatan penyandang difabel
|
11
|
BAGIAN KEUANGAN/ DEPARTEMEN KEUANGAN
|
KONTRA
|
Selama ini anggaran yang dikhususkan dalam memenuhi kebutuhan difabel kurang mencukupi sehingga implementasi pelayanan kepada mereka kurang optimal
|
12
|
BIROKRAT
|
KONTRA
|
berpandangan bahwa urusan difabel bukanlah masalah yang penting dan mendesak.
|
Tabel 3. Kekuatan pendukung, penentang dan netral
No
|
STAKEHOLDER
|
pro
|
netral
|
kontra
|
1
|
PENYANDANG DIFABEL
|
5
| ||
2
|
DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA
|
4
| ||
3
|
DINAS PENDIDIKAN
|
4
| ||
4
|
DINAS PERHUBUNGAN
|
4
| ||
5
|
DINAS KESEHATAN
|
4
| ||
6
|
DINAS PU
|
4
| ||
7
|
LSM PENDUKUNG DIFABEL
|
4
| ||
8
|
DPR/ DPRD
|
3
| ||
9
|
PEMDA
|
3
| ||
10
|
MASYARAKAT/ SDM
|
4
| ||
11
|
BAGIAN KEUANGAN/ DEPARTEMEN KEUANGAN
|
4
| ||
12
|
BIROKRAT
|
4
| ||
Jumlah
|
29
|
6
|
12
|
Keterangan skor 1= sangat kecil, 2=kecil, 3=sedang, 4=besar , 5= sangat besar
Meskipun skor pendukung lebih besar dari pada skor penentang dan netral tetapi kerjasama lintas sektoral antar pendukung belum berjalan dengan baik, Aksesibel masih merupakan isu utama dalam gerakan difabel di Indonesia. Aksesibilitas fasilitas umum memang merupakan kebutuhan utama dari para difabel untuk dapat mengaktualisasikan diri dan sekaligus berpartisipasi penuh dalam aktifitas bermasyarakat. Ketiadaan fasilitas umum yang aksesibel bagi para difabel ini telah menyebabkan eksklusifitas bagi para difabel di lingkungan masyarakatnya. (ANONIM, 1997)
ANONIM. (1997). JURNAL PENYANDANG DIFABEL, 1–17.DIAKSES TANGGAL 1 APRIL 2014
RAHAYU SUGI, UTAMI DEWI, M. A. (2014). PELAYANAN PUBLLIK BIDANG TRANSPORTASI BAGI KAUM DIFABEL.DIAKSES TANGGAL 1 APRIL 2014
UGM, A. (2012). ringkasan pelayanan publik bagi difabel, (25), 1–19.DIAKSES TANGGAL 1 APRIL 2014
- stakeholder masih yang formal.
ReplyDelete- penilaian terhadap kekuatan stakeholder belum mencerminkan keadaan sesungguhnya
- sebagai contoh, dinas perhubungan: apakah benar mereka setuju dan memiliki kekuatan untuk mendukung.
- ingat bahwa jika diberi nilai besar, stakeholder itu berarti memiliki kekuatan yang besar. Sedang kita melihat sendiri dinas perhubungan tidak melaksanakan kebutuhan difabel dalam transportasi publik.
- demikian juga, difabel sendiri dipetakan memiliki kekuatan besar. Mereka padahal sangat lemah.
- jadi waktu mengisi kekuatan stakeholder, yang diperhatikan adalah kondisi riel di lapangan, bukan normatif - atau apa yang seharusnya. Yang terjadi di lapangan lah yang harus menjadi patokan.
- bisa saja terjadi: yang seharusnya mendukung tetapi justru kenyataannya menolak. seperti dalam kasus narkoba, seharusnya polisi mendukung pelaksanaan kebijakan aninarkoba. Kenyataannya ada kelompok polisi yang melakukan sebaliknya di lapangan.
- pelajari lagi paper stakeholder dari saya - contoh narkoba..