Kebijakan Pemerintah : Penutupan Lokalisasi Menuai Kontroversi
Oleh Widya Lionita
PPK
Kebijakan pemerintah dalam menuntaskan pemasalahan sosial di masyarakat sangat gencar dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, contohnya di Surabaya. Beberapa daerah lokalisasi telah berhasil ditutup diantaranya Kremil Tambak Asri, Klakahrejo, Sememi, dan Moroseneng, menyusul Dolly yang direncanakan ditutup sebelum Ramadhan 2014. Namun, banyak pertentangan yang berkecamuk di masyarakat Surabaya, dimana ada pihak yang pro juga kontra. Banyak kalangan yang menilai penutupan lokalisasi hanya pencapaian program Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, tanpa mempertimbangkan permasalahan sebenarnya, yakni lapangan pekerjaan yang tidak seimbang dengan angkatan kerja, tidak akan pernah selesai hanya dengan menutup lokalisasi. Bahkan ketidakmampuan dari para wanita harapan (PSK) untuk bersaing mendapatkan pekerjaan yang lebih baik akan menyebabkan kegagalan pencapaian positif dari kebijakan ini. Selain menutup mata pencaharian wanita harapan, pedagang makanan dan pemilik wisma yang berada di daerah maupun di sekitar lokalisasi juga merasakan dampak sehingga harus menutup pula usaha mereka karena sepi pembeli. Pemberian kompensasi dan keahlian tambahan sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah Surabaya dinilai tidak menyelesaikan persoalan ekonomi keluarga mereka. PSK yang berhenti ‘berjualan’ dan memulai kehidupan baru dengan menerima pesanan jahitan di daerah asalnya malah merasa kecewa karena pendapatannya dari menjahit jauh lebih kecil dan terkadang tidak dapat pesanan sama sekali. Tak jarang, banyak yang yakin mantan PSK ini akan kembali menekuni profesi lamanya dan menjadi tidak terkontrol akibat tidak ada tempat mangkal yang resmi sehingga kejadian HIV/AIDS di masa mendatang jauh lebih banyak.
Menanggapi kecaman berbagai pihak yang menentangnya, Tri Rismaharini tidak jadi gentar dan melunak, bahkan semakin kuat menyuarakan kebijakannya. Hal ini dilakukannya karena rasa peduli sekaligus prihatin dengan kehidupan warganya yang berada di daerah lokalisasi tersebut. Pendapat ini berkembang seiring dengan tidak terjaminnya kesehatan terutama dari penularan HIV/AIDS di dalam dan luar daerah lokalisasi, kurangnya pendidikan anak di daerah tersebut, dan perkembangan lokalisasi yang semakin pesat dalam membuka gerai-gerai baru. Dengan tujuan me’masyarakat’kan PSK, penutupan lokalisasi akan memberikan banyak sekali manfaat tidak hanya bagi masyarakat Surabaya secara umum, namun juga para pemain di lokalisasi yang hingga kini menyangsikannya. Penyelesaian masalah sosial, peningkatan perekonomian masyarakat, penataan kota, hingga penanggulangan dan penurunan masalah kesehatan terutama reproduksi dalam beberapa tahun dapat tercapai bila kebijakan pemerintah ini terealisasikan. Tri Risma telah menyusun program penyejahteraan diantaranya kompensasi kepada para warga di daerah lokalisasi dan menyiapkan tempat usaha baru berupa pasar dan PKL agar mantan PSK tidak tergiur untuk kembali menjajaki dunia lama mereka.
Kebijakan penutupan lokalisasi ini perlu mendapat sorotan dan kajian agar mengenali lebih jauh pihak mana yang dapat dikuatkan dan mana yang menjadi penghambat. Analisis stakeholder berikut dapat digunakan sebagai alat bantu bagi pemerintah Surabaya.
Aktor
Status
Kepentingan
Komisi Nasional Pemberdayaan Perempuan
Pro
Menjunjung tinggi hak perempuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dan terhormat.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Pro
Melindungi nasib anak dari PSK dimana lingkungan lokalisasi sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian dan pendidikan anak
Pemerintah Daerah yang peduli
Pro
Beban pemerintah semakin besar karena di daerah lokalisasi, selain masalah perdagangan seks, terkait dengan perdagangan narkoba dan perdagangan remaja perempuan di bawah umur.
Pemerintah Daerah yang belum sadar
Kontra
Bisnis lokalisasi menyumbang pendapatan daerah dari para pengusaha yang bergerak di bidang lokalisasi, kepada oknum tertentu di pemerintahan menerima insentif dari pembukaan lokalisasi
Pengusaha hiburan/pemilik lokalisasi di daerah lokalisasi seperti diskotik/cafe
Kontra
Mata pencaharian utama hanya dari usaha tersebut, tidak ada keahlian lain yang dapat mendatangkan uang banyak dengan cepat, permintaan terhadap komoditas seks masih besar di masyarakat untuk dipenuhi
Pekerja Seks Komersial
Pro
Terjebak dan tidak bisa keluar dari dunia tersebut karena terpaksa padahal menginginkan kehidupan yang lebih baik, banyak menerima kekerasan dari para klien, membayakan kesehatandan keselamatannya dengan berada di lingkungan pengguna narkoba dan pemabuk
Pekerja Seks Komersial
Kontra
Merasa tidak memiliki kemampuan untuk mencari kerja karena pendidikan rendah, komoditas utama adalah dirinya sendiri, ada keterikatan dengan para penyedia narkoba bila dirinya menjadi seorang pemakai, merasa nyaman berada di tempat yang bisa menerima dirinya (lokalisasi) dibandingkan jika berbaur dengan masyarakat ia akan dikucilkan
Kaum pria
Kontra
Ada kebutuhan pribadi, terlepas dari nilai masyarakat dan agama, ada kondisi dimana dirinya memerlukan layanan dari lokalisasi, meeting point untuk mendapatkan narkoba
Kaum wanita/ibu-ibu
Pro
Memberikan ketenangan karena para suami bisa lebih setia dan tidak berkeinginan untuk melakukan hal yang tidak baik
Aktor dinas Kesehatan
Pro
Penyebaran HIV/AIDS dan narkoba bisa ditekan, mengetahui besaran masalah kesehatan yang ada di daerah lokalisasi tersebut
Aktor dinas Kesehatan
Kontra
Beban kesehatan daerah tersebut bisa menjadi semakin berat untuk diselesaikan, dan bila ditertibkan dan mulai berbaur dengan masyarakat, malah berisiko untuk menularkan perilakunya/penyakitnya kepada masyarakat sehat
Aktor dinas kesehatan
Netral
Apa yang menjadi kebijakan pemerintah selanjutnya, meniadakan atau membiarkan lokalisasi, tidak berpengaruh apa pun terhadap dirinya
Aktor dinas Tenaga Kerja
Kontra
Pengangguran akan semakin bertambah karena para mantan pekerja tidak memiliki keahlian sehingga menambah beban disnaker untuk mengedukasi/mengarahkan keahlian mereka
Aktor dinas Tenaga Kerja
Netral
Apa yang menjadi kebijakan pemerintah selanjutnya, meniadakan atau membiarkan lokalisasi, tidak berpengaruh apa pun terhadap dirinya
Aktor Dinas Sosial
Pro
Penutupan lokalisasi dengan bantuan dari segenap sektor dapat membantu menyelesaikan masalah sosial dalam masyarakat, secara tidak langsung dapat meringankan beban kerja dinsos
Aktor Dinas Sosial
Netral
Menjalankan apa saja yang diputuskan oleh atasan/pihak pengambil kebijakan di daerah tersebut
NGO yang konsen terhadap perempuan, narkoba, dan HIV/AIDS
Pro
Melindungi masyarakat terutama yang menjadi aktor di daerah lokalisasi dari penyebaran penyakit HIV/AIDS dan narkoba
Tokoh agama
Pro
Seks bebas merupakan perbuatan tercela dan menurunkan nilai agama dalam masyarakat, keberadaan lokalisasi meresahkan
Drug Cartel
Kontra
Banyak transaksi penjualan narkoba dilakukan di daerah lokalisasi, mengurangi pendapatan
Anggota DPR/DPRD
Netral
Masih menimbang dari kebijakan yang akan dibuat mengenai penutupan lokalisasi, menunggu desakan dari pemerintah daerah yang akan melaksanakan kebijakan tersebut dan pemerintah pusat
Anggota kepolisian yang terlibat perdagangan narkoba dan keamanan di lokalisasi
Kontra
Dirinya mendapatkan insentif dari para pemilik cafe/diskotik untuk menjaga keamanan, atau dari transaksi narkoba bahkan dirinya menjadi salah satu yang menikmati ‘hiburan’ yang ditawarkan di daerah lokalisasi
Anggota kepolisian
Netral
Menjalankan apa saja yang diputuskan oleh atasan/pihak pengambil kebijakan di daerah tersebut
Analisis stakeholder juga dapat menggambarkan seberapa besar kekuatan yang dimiliki setiap aktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan kebijakan pemerintah. Hal ini dapat membantu pemerintah dalam mengenai siapa saja yang dapat diajak bekerja sama dan menilai seberapa besar kekuatan dari aktor tersebut. Pemetaan ini digambarkan sebagai berikut.
Sebagai pertimbangan pemerintah, berikut beberapa usulan untuk mendorong keberhasilan kebijakan penutupan lokalisasi.
1. Untuk menjaring beberapa aktor di jajaran pemerintah berstatus netral dan kontra diantaranya dinas sosial, dinas tenaga kerja, dan dinas kesehatan, walikota beserta gubernur sebaiknya memperkuat koordinasi dan penyamaan visi dan misi. Banyak permasalahan yang bermula dari ketidakjelasan tugas dan tanggung jawab masing-masing sehingga persoalan masyarakat sering dilimpahkan kepada salah satu pihak saja. Misalnya, masalah kesehatan menyangkut HIV/AIDS hanya menjadi beban dinas kesehatan saja tanpa adanya andil dari dinas lain yang terkait. Salah satu cara yakni dengan giat melakukan rapat koordinasi dan sharing antara pejabat dengan jajaran pelaksana kebijakan ini sehingga hambatan yang dirasakan oleh pelaksana dapat didiskusikan dan dicari solusi terbaik. Setidaknya, pertemuan ini dapat dilaksanakan minimal satu bulan sekali.
2. Sebelum daerah lokalisasi benar-benar ditutup, upaya pembinaan dan pemberdayaan harus dilakukan terlebih dahulu kepada para wanita harapan. Tujuannya adalah ketika mereka harus berhenti, mereka sudah mampu mencari penghasilan dengan cara yang benar agar nantinya mampu mandiri dan tidak kembali menjadi PSK. Kegiatan pembinaan dan pemberdayaan ini dapat diisi dengan melakukan penyuluhan dan diskusi bersama yang dilakukan dari dalam daerah lokalisasi oleh dinas kesehatan, dinas sosial, dan dinas tenaga kerja. Hal ini juga dapat membantu mengurangi kesenjangan antara pihak pemerintah dengan para aktor di dalam daerah tersebut, juga untuk lebih memahami kebutuhan mereka. Untuk memasuki daerah lokalisasi, pemerintah dapat menggunakan kekuatannya untuk me-lobby pemilik lokalisasi agar bekerja sama dengan pemerintah.
3. Tokoh agama dan NGO dapat mendekati para wanita/ibu rumah tangga untuk menciptakan hubungan yang harmonis di dalam keluarga. Baik disadari atau tidak, permintaan dari para pria dipengaruhi oleh kurang eratnya hubungan dengan istri atau diantara anggota keluarganya. Penanaman nilai agama yang kuat dapat menjadi salah satu perlindungan untuk mencegah penyakit sosial tersebut berkembang. Selain penanaman nilai, kontrol dari keluarga juga terhadap pergaulan anak/suami dapat ditingkatkan dengan membangun kepekaan terhadap kebutuhan yang muncul.
4. Ketegasan pemerintah sangat dibutuhkan dalam menegakkan nilai-nilai dalam masyarakat. Pemerintah harus mampu menciptakan ketenangan dengan menindak setiap kejahatan prostitusi maupun perdagangan narkoba yang tidak hanya subur di lingkungan lokalisasi maupun di lingkungan masyarakat secara luas. Ketidakkuatan secara hukum dalam menindak kejahatan tersebut sering dimanfaatkan oleh pengusaha lokalisasi dan drug cartel meluaskan perdagangannya. Ketegasan juga perlu dikuatkan di dalam tubuh pemerintah sendiri terutama di jajaran pemerintah daerah maupun kepolisian yang sering dinilai ‘bermain’ dengan pengusaha tersebut. Selama masih belum tegas dan belum kuat pada peraturan dan hukum yang berlaku, selama itu pula kebijakan penutupan lokalisasi menemui jalan buntu dan akan kembali pada status awal.
5. Setiap aktor yang terlibat dalam terwujudnya penerapan kebijakan penutupan lokalisasi harus memahami bahwa setiap tindakan dan usaha merupakan proses sehingga tidak bisa dilakukan secara instan. Perlu perencanaan yang matang di segala bidang yang mampu membendung dampak yang mungkin ditimbulkan dari pelaksanaan kebijakan ini.
No comments:
Post a Comment