3/31/14

KOMUNITAS KEBIJAKAN INTEGRASI SAINTIFIKASI JAMU KE DALAM PELAYANAN KESEHATAN FORMAL

TUGAS MK ADVOKASI
OLEH: FANIE INDRIAN MUSTOFA
NIM: 13/354394/PKU/13905


KOMUNITAS KEBIJAKAN INTEGRASI SAINTIFIKASI JAMU KE DALAM PELAYANAN KESEHATAN FORMAL

Integrasi pelayanan kesehatan tradisional dalam pelayanan kesehatan formal merupakan program Kemenkes, dengan leading di bidang pelayanan adalah Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer, Ditjen Bina Gizi dan KIA, serta Badan Litbangkes c.q Balai besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) sebagai leading penemuan evidence based Jamu.
Dengan terbitnya Permenkes Nomor 3 Tahun 2010, pengembangan Jamu berbasis bukti (evidence based Jamu development) semakin terarah melalui program terobosan Saintifikasi Jamu (SJ), yaitu penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Dalam rangka  memperluas jejaring Saintifikasi Jamu, diselenggarakan pelatihan dokter SJ di B2P2TOOT. Sementara itu, Bina Yankestradkom, dalam renstranya mempunyai cakupan kab/kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 30 % atau 150 kabupaten dan 300 di wilayah perkotaan di tahun 2012 dan mencapai 50 % di tahun 2014. 
Hingga saat ini, telah menghasilkan 200 dokter yang tersebar di hampir seluruh wilayah/provinsi/kabupaten di Indonesia. Masalah baru timbul, ketika mereka tidak mendapatkan SBR dari Dinas Kesehatan Kota, tempat mereka berasal dengan alasan Dinas Kesehatan tidak mengetahui program SJ. Masalah lainnya adalah ketika PB IDI pasca-Muktamar IDI ke-28 di Makassar pada tahun 2012 menghapuskan bidang kajian pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer, sehingga secara tidak langsung nota kesepahaman (MoU) antara Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI dengan Ketua Umum PB IDI tidak berlaku lagi. Akibatnya, dokter lulusan program SJ tidak akan mendapatkan izin praktik penelitian berbasis pelayanan jamu di tempat mereka bekerja (Purwaningsih, 2013)

Tabel 1. Komunitas kebijakan dari kubu pendukung dan penentang
PRO (PENDUKUNG)
KONTRA (PENENTANG)
Oval: PDHMIOval: Balitbangkes


Oval: GP Jamu 


 















Oval: Rumah Sakit Daerah
Oval: BPOM




Oval: Dinas PertanianOval: ASPETRIOval: Dinas KesehatanOval: IDI

CATATAN: Balitbangkes: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; Komnas: Komisi Nasional; SJ: Saintifikasi Jamu; Dir.Bina Yankestradkom: Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer; GP: Gabungan Pengusaha; PDHMI: Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia; POKJANAS TOI: Kelompok Kerja Nasional Tanaman Obat Indonesia; IDI: Ikatan Dokter Indonesia; ASPETRI: Asosiasi Pengobat Tradisional Indonesia; BPOM: Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Tabel 2. Pendukung vs penentang integrasi SJ ke dalam Yankes Formal
NO
STAKEHOLDER
STATUS
KEPENTINGAN
1
Pasien Jamu
Pro
Pasien Jamu kebanyakan adalah pasien yang sudah menyerah dengan pengobatan konvensional, sebagian lagi memang pasien yang lebih menyukai pengobatan secara alami tanpa bahan kimia
2
Dokter SJ
Pro
Dokter medis yang telah mendapatkan pelatihan SJ, berperan sebagai peneliti
3
Apoteker SJ
Pro
Apoteker yang telah mendapatkan pelatihan SJ, juga berperan sebagai peneliti
4
B2P2TOOT
Pro
UPT Badan Litbangkes dengan core business litbang tanaman obat dan obat tradisional dari hulu s.d hilir. Mempunyai visi ‘masyarakat sehat dengan jamu yang aman dan berkhasiat’, mengembangkan program wisata kesehatan jamu, dan mempunyai klinik Saintifikasi Jamu pertama di Indonesia, yang kemudian berkembang menjadi rumah riset jamu.
5
Dir.Bina Yankestradkom
Pro
mempunyai target cakupan kab/kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional sebanyak 30 % atau 150 kabupaten dan 300 di wilayah perkotaan di tahun 2012 dan mencapai 50 % di tahun 2014. 
6
Balitbangkes
Pro
Unit Utama Kemenkes RI yang menjadi
7
Komnas SJ
Pro
Mengemban amanat Permenkes 003 tahun 2010 tentang Saintifikasi Jamu
8
POKJANAS TOI
Pro
Organisasi yang terdiri dari institusi pendidikan, litbang, salah satu misi dan rencana organisasi adalah untuk melakukan advokasi dalam pengembangan tanaman obat dan obat tradisional
9
PDHMI
Pro
Menpunyai misi yang
10
GP Jamu
Pro
Saintifikasi Jamu membuka peluang baru bagi industri obat tradisional di Indonesia
11
IDI
Kontra
Kebanyakan berkiblat pada pengobatan barat/konvensional dan meragukan Jamu karena evidence base masih sangat terbatas.
12
ASPETRI
Kontra
Praktek kesehatan tradisional di yankes formal kemungkinan akan mengurangi jumlah pasien mereka, terutama karena harga yang jauh lebih murah
13
Dinas Pertanian
Kontra
Belum aware untuk menjamin ketersediaan bahan baku jamu
14
Dinas Kesehatan
Kontra
Tidak aktif untuk memperjuangkan implementasi SJ di puskesmas2, meski dokter-dokternya telah bersertifikat SJ
15
Rumah Sakit Daerah
Kontra
Ragu untuk menerima pasien rujukan dari klinik SJ
16
BPOM
Kontra
Hanya memberikan registrasi kepada jamu yang hasil penelitiannya untuk mendapatkan kriteria sebagai jamu/obat tradisional atau obat herbal terstandar atau fitofarmaka dengan kewajiban mengikuti pedoman uji klinik BPOM. Uji klinik yang disyaratkan BPOM masih menggunakan pedoman uji klinik untuk obat konvensional. Jadilah keberadaan dan kemanfaatan jamu terpuruk di negara sendiri karena kebijakan yang kaku dan sulit dibenahi

Tabel 3. Kekuatan pendukung dan penentang
NO
STAKEHOLDER
pro
kontra
1
Pasien Jamu
1

2
Dokter SJ
1

3
Apoteker SJ
1

4
B2P2TOOT
3

5
Dir.Bina Yankestradkom
3

6
Balitbangkes
3

7
Komnas SJ
2

8
POKJANAS TOI
2

9
PDHMI
3

10
GP Jamu
2

11
IDI

5
12
ASPETRI

1
13
Dinas Pertanian

3
14
Dinas Kesehatan

3
15
Rumah Sakit Daerah

3
16
BPOM

5

jumlah
21
20

Keterangan Skor: 1 = sangat kecil, 2 = kecil, 3 = sedang, 4 = besar, 5 = sangat besar
Meskipun skor pihak pendukung lebih besar, namun dengan jumlah stakeholder kontra yang lebih kecil ternyata kekuatan mereka cukup besar, terutama IDI dan BPOM. Keduanya sangat menentukan legalitas penggunaan Jamu dalam pelayanan kesehatan formal. Dengan batalnya perjanjian IDI dengan Badan Litbangkes, IDI tidak bisa memberika ijin pada  dokter lulusan program SJ untuk praktik penelitian berbasis pelayanan jamu di tempat mereka bekerja.
Kerjasama lintas sektoral antar pendukung dapat dikatakan belum berjalan dengan baik, sehingga masih diperlukan upaya untuk memperkuat kubu pro dengan menyamakan visi dan pembagian tugas dalam rangka pengembangan Jamu, sebagai Indonesia’s heritage yang patut untuk dibanggakan.


 Oleh: Fanie Mustofa

No comments:

Post a Comment