Advokasi Penambahan Kurikulum Kesehatan Reproduksi Remaja sebagai Mapel di SMP X, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Tingginya kasus seks pranikah di kalangan remaja saat ini telah menjadi issue yang penting untuk dibahas bersama. Remaja yang merasa ingin tahu seringkali bertanya tentang hal yang terkait seks dan reproduksi justru pada sumber yang tidak tepat, seperti teman dan website-website yang tidak bertanggung jawab sehingga perlu adanya upaya prevensi terkait hal ini. Banyaknya imbas dari pergaulan bebas dikalangan remaja seperti kehamilan yang tidak diinginkan, pernikahan dini, penyakit menular seksual, bahkan HIV yang kini tengah mengancam generasi muda kita menjadikan pendidikan reproduksi disekolah menengah menjadi sangat penting. Masih banyak remaja yang belum mengetahui akan pentingnya kespro, mereka masih menganggap tabu untuk membicarakan hal itu kepada guru dan orang tua karena adanya anggapan bahwa kespro sangat terkait dengan hal-hal yang berbau pornografi.
Sementara dari pihak sekolah bisa jadi kurang menganggap penting adanya tambahan kurikulum kespro dikarenakan materi ini sudah diberikan dalam pelajaran biologi. Pihak disdikpora juga merasakan kekhawatiran akan adanya materi kespro bisa membimbing siswa kearah yang salah dan dapat menimbulkan bias dalam bahasa yang akan di gunakan ketika penyampaian materi berlangsung.
Berangkat dari hal itu maka dirancanglah sebuah kebijakan dimana akan ditambahkannya content kesehatan reproduksi sebagai mata pelajaran muatan lokal di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Palu, Sulawesi Tengah. Berikut ini penggambaran tentang dua kubu yang terlibat, yakni kubu pendukung dan kubu penentang.
Gambar 1. Dua Kubu yang ertentangan dalam penambahan content Kesehatan Reproduksi sebagai Muatan Lokal
Berikut ini penjelasan tentang dua kubu yang bersebrangan dalam tabel :
Stakeholder
|
Status
|
Kepentingan
|
Kepala Sekolah
|
Netral
|
Kepala Sekolah belum merasakan urgensi dari penambahan Kesehatan Reproduksi Remaja kedalam Kurikulum Sekolah. Selain itu diperlukan biaya tambahan bila ada penambahan matpel.
|
BKKBN
|
Pro 4
|
Sebagai pihak yang bisa membantu sekolah dalam penentuan content dan memfasilitasi apabila diperlukan.
|
Disdikpora Subdin Dikmen
|
Kontra
|
Pihak disdik merasakan kekhawatiran akan adanya materi kespro bisa membimbing siswa kearah yang salah dan dapat menimbulkan bias dalam bahasa yang akan di gunakan ketika penyampaian materi berlangsung.
|
Komite Sekolah
|
Netral
|
Meyakinkan orang tua murid terkait hal positif dari penambahan kespro dalam mapel.
|
Sebagian Siswa
|
Pro
|
Sadar akan bahaya dari kesalahan informasi terkait kesehatan reproduksi remaja.
|
LSM Peduli Pendidikan
|
Pro
|
Mengkonsolidasikan issue terkait penambahan materi. Fasilitator
|
Orang Tua
|
Pro
|
Merasakan pentingnya pencegahan pemberian informasi yang salah kepada anak mereka terkait kesehatan reproduksi.
|
Dinas Kesehatan
|
Netral
|
Sudah paham akan manfaatnya tetapi masih lebih memilih untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lain.
|
Guru Pro
|
Pro
|
Paham akan pentingnya pemberian informasi yang tepat kepada siswa terkait kespro remaja.
|
Konselor Sebaya
|
Pro
|
Harus proaktif dalam mengajak dan memberikan informasi yang benar terkait kespro remaja.
|
Guru Agama
|
Kontra
|
Bagi guru agama kespro masih diasosiasikan dengan hal-hal yang berbau seks dan pornografi, hal ini masih dirasakan tabu dan melenceng dari ajaran agama.
|
Wakasek Ur. Kurikulum
|
Netral
|
Penambahan kespro sebagai mapel menambah pekerjaan. Selain itu kespro dianggap sudah bisa ditangani oleh mapel biologi.
|
Sebagian Siswa
|
Kontra 1
|
Karena menurut siswa beban matpel yang ada sudah cukup banyak selain itu mereka belum merasakan pentingnya penambahan ini.
|
Sebagian Orang Tua
|
Kontra 2
|
Sebagian orang tua masih merasa tabu untuk membahas hal ini karena dinilai dekat dengan pornografi yang menjerumuskan.
|
Tabel 1. Kubu pendukung dan penentang
Berikut ini penentuan Skor dalam kebijakan Penambahan Kurikulum Kesehatan Reproduksi Remaja sebagai muatan lokal di SMP X.
Stakeholder
|
Pro
|
Netral
|
Kontra
|
Kepala Sekolah
|
0
| ||
BKKBN
|
3
| ||
Disdikpora Subdin Dikmen
|
2
| ||
Komite Sekolah
|
0
| ||
Sebagian Siswa
|
2
| ||
LSM Peduli Pendidikan
|
3
| ||
Orang Tua
|
3
| ||
Dinas Kesehatan
|
0
| ||
Guru Pro
|
2
| ||
Konselor Sebaya
|
2
| ||
Guru Agama
|
4
| ||
Wakasek Ur. Kurikulum
|
0
| ||
Sebagian Siswa
|
1
| ||
Sebagian Orang Tua
|
2
|
Tabel 2. Skor dalam kebijakan Penambahan Kurikulum Kesehatan Reproduksi Remaja sebagai muatan lokal di SMP X
Stakeholder
|
Penekanan dalam Advokasi
|
Kepala Sekolah
|
Adanya penambahan kespro dapat meningkatkan pengetahuan siswa terkait kesehatan reproduksin sehingga bahaya seks bebas pada kalangan remaja dapat dicegah. Selain itu dengan adanya tambahan kespro dapat menambah nilai lebih sekolah karena sekolah dianggap sadar dan peduli akan kesehatan reproduksi remaja.
|
Guru Agama
|
Pemberian informasi dengan metode diskusi sehingga diperoleh persamaan persepsi bahwa kesehatan reproduksi memiliki banyak nilai positif terkait pencegahan remaja terhadap seks bebas yang menimbulkan banyak mudharat.
|
Disdikpora Subdin Dikmen
|
Penekanan terhadap Disdikpora adalah dalam penyampaian materi diusahakan untuk menghindari misleading sehingga siswa dapat memperoleh informasi secara tepat dan jelas. Ditekankan juga bahwa materi akan disampaikan oleh orang yang capable di bidangnya.
|
Tabel 3 : Stakeholder yang dipandang bisa diusulkan menjadi sasaran advokasi
Sendhy Krisnasari
13/357624/PKU/14139
No comments:
Post a Comment